GELORA.CO - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menindaklanjuti terkait ramainya di media sosial adanya dugaan penerimaan gratifikasi oleh Staf Ahli Jaksa Agung, Asri Agung Putra. Hal itu sebagaimana diungkap oleh sang menantunya sendiri yakni, selebgram Dewi Okta Jelita alias Jelita Jeje.
"Kami meminta Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum untuk menunjukkan integritas dan profesionalisme mereka dengan menindaklanjuti informasi yang bisa berpotensi dapat diduga sebagai gratifikasi ini secara serius,” kata Didik Mukrianto kepada wartawan, Jumat (30/8).
Legislator Partai Demokrat itu menegaskan, penegakan hukum harus terbebas dari berbagai penyimpangan. Apalagi penyimpangan hukum dari para oknum di lembaganya.
"Jika terbukti, maka harus ada sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa ada perlakuan istimewa," tegas Didik.
Isu ini bermula dari postingan Jelita Jeje yang merupakan istri dari anak Staf Ahli Jaksa Agung Asri Agung Putra, Farid Irfan Sidik di media sosial Instagram. Jelita awalnya ingin membela istri Ketum PSI Kaesang Pangarep, Erina Gudono dengan mengatakan pemakaian jet pribadi oleh anak dan menantu Presiden adalah hal yang wajar.
Lalu, Jelita mengungkap bahwa mertuanya, yaitu Asri Agung Putra juga kerap mendapatkan fasilitas mewah dari para pengusaha jika akan berlibur ke luar negeri. Jeje pun mengaku sejumlah fasilitas mulai dari jet pribadi kerap ditawarkan oleh pengusaha untuk keluarganya secara cuma-cuma, karena mertuanya merupakan pejabat negara.
Meskipun Jelita menjelaskan bahwa fasilitas itu diberikan tanpa diminta, namun hal tersebut bisa dikatakan sebagai tindak gratifikasi mengingat profesi dari Asri adalah seorang Jaksa. Didik menyayangkan apabila pernyataan Jelita benar adanya.
“Saya berharap Kejaksaan agar cepat tanggap untuk menindaklanjuti, agar terang dan tidak berkembang opini atau spekulasi publik berlebihan yang bisa merugikan kejaksaan, dan bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan,” ungkap Didik.
Terkait unggahan Jelita Jeje, Kejagung menyatakan hal tersebut tidak terkait institusi, karena dugaan penerimaan gratifikasi itu masuk dalam ranah pribadi.
Didik mengkritik Kejagung yang seolah menyederhanakan perilaku gratifikasi lewat penyediaan fasilitas mewah dari pengusaha untuk pejabat di lingkungan institusi penegak hukum.
“Gratifikasi adalah bagian dari korupsi. Bisa dimengerti bahwa gratifikasi itu pertanggungjawaban pidananya adalah ranah pribadi. Tapi secara common sense, publik tidak akan pernah bisa menerima jika ada pembiaran terjadinya gratifikasi yang dilakukan oknum pejabat. Apalagi di lingkungan Kejagung!” pungkasnya.
Sumber: jawapos